Halaman

Kamis, 24 Mei 2012

pembahasan praktikum enzim amilase


Mengukur Aktivitas Enzim Amilase


LAPORAN

Disusun oleh:
Kelompok 2
Kelas A - Offering A
1.      Anisa Khumairo                      (100341400677)
2.      Hikmah Maulidyah                 (100341400688)
3.      Mitha Yudistira                       (100341400679)
4.      Septi Darlia Putri                    (100341400693)
5.      Tutut Indria Permana              (100341400716)
The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2012



Pembahasan
  1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase
Dalam praktikum aktivitas enzim amilase digunakan kecambah kacang hijau karena kacang hijau mudah di dapatkan dan kecambah mengandung enzim α-amilase yang mudah untuk diisolasi dibandingkan kacang-kacangan lainnya. Enzim α-amilase terdapat di plasma sel sehingga mudah diisolasi. (Suarni, 2007).
Ekstrak enzim amilase diperoleh dengan cara menghaluskan kecamabah kacang hijau menggunakan mortal dan pistil, kemudian disaring menggunakan kertas saring, selanjutnya filtrate disentrifugasi. Proses menghaluskan kecambah dimaksudkan untuk merusak jaringan dan dinding sel, sehingga isi sel dapat keluar. Penyaringan mendapatkan filtrate atau isi sel yang merupakan enzim amilase kasar. Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan larutan berdasarkan berat molekulnya. Protein penyusun enzim amilase berat molekulnya lebih kecil dibandingkan berat molekul protein penyusun organel sel. Sehingga setelah sentrifugasi enzim amilase berada di permukaan atas (supernatant), sementara protein organel-organel sel mengendap di bawah (menjadi pallet). Supernatant yang diperoleh dari proses sentrifugasi merupakan ekstrak enzim amilase murni (dengan konsentrasi 100%.)
Sebelum menguji aktivitas enzim amilase, terlebih dahulu dilakukan uji amilum. 0,5 ml larutan amilum 1 % dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditetesi dengan 1-2 tetes larutan IKI. Pada uji tersebut terjadi reaksi positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi biru kehitaman. Amilum merupakan polimer saccarida yang berbantuk helix. Ion iodine masuk ke dalam spiral amilum membentuk kompleks sehingga menyebabkan warna biru kehitaman. (Ophardt, 2003)
I2 + I- è I3-
Polisacarida + I3- è warna spesifik (biru kehitaman)
Description: 547starchiodine
Selanjutnya kami melakukan uji gula reduksi menggunakan reagen fehling A dan B. 0,5 ml larutan amilum 1% dalam tabung reaksi ditetesi dengan 20 tetes fehling A dan B kemudian dipanaskan mengunakkan pembakar spiritus. Saat memanaskan tabung reaksi dijepit dengan posisi penjepit berada di tengah tabung reaksi. Hal ini dimaksudkan agar tabung reaksi tidak jatuh saat dipanaskan.  Pada saat memaskan, tabung reaksi digoyang-goyangkan dan mulut tabung reaksi tidak mengarah pada praktikan untuk menjaga keselamatan kerja di laboratorium. Setelah pemanasan tidak terjadi perubahan warna larutan. Larutan amilum yang ditambahkan fehling A dan B tetap berwarna biru. Amilum bereaksi negative terhadap uji fehling A dan B karena amilum merupakan polimer monosakarida yang tidak memiliki gugus gula pereduksi.
Selanjutnya, kami melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase. Kami menyiapkan 3 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi tersebut diisi dengan larutan amilum dan enzim amilase dengan variasi pH, kemudian dipindahkan pada pelat tetes a, b dan c berturut-turut didiamkan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit. Selanjutnya dikaukan uji keberadaan amilum dengan reagen IKI.
Tabung reaksi pertama merupakan control yang dianggap dalam suasana netral. Tabung diisi 0.5 ml larutan amilum, ditambahkan 2 ml ekstrak enzim amilase. Setelah diinkubasi berturut-turut selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit larutan menunjukkan reaksi negative terhadap uji IKI. Dalam kurun waktu tersebut larutan dengan penambahan IKI berwarna putih kekuningan. Hal ini dikarenakan enzim amilase telah mengdidrolisis amilum dengan sempurna menjadi disakarida (maltose) dan monosakarida(glukosa).
Tabung reaksi kedua diisi 0.5 ml larutan amilum, ditambahkan 2 ml ekstrak enzim amilase dan  2 tetes larutan HCl. HCl merupakan asam kuat, sehingga hanya dengan sedikit penambahan HCl suasana larutan menjadi asam. Setelah didiamkan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit larutan diuji dengan IKI. Hasilnya, larutan berwarna abu-abu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amilase tidak terhidrolisis sempurna karena enzim amilase tidak dapat bekerja pada suasana yang sangat asam. Enzim amilase bekerja optimum pada pH  4.5 – 4.7, namun penambahan sedikit asam akan menurunkan aktivitas enzim amilase.
Tabung reaksi ketiga diisi 0.5 ml larutan amilum, ditambahkan 2 ml ekstrak enzim amilase dan  2 tetes larutan NaOH. Setelah larutan dipindahkan dalam 3 pelat tetes berbeda kemudian didiamkan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit dan dilakukan uji IKI larutan berwarna kunig muda. Reaksi negative dengan uji IKI menunjukkan bahwa amilum telah terhidrolisis sempurna menjadi disakarida (maltose) atau monosakarida (glukosa) dengan adanya enzim amilase. Pada suasana basa, seharusnya enzim amilase tidak dapat menghidrolisis amilum dengan optimum, namun hasil praktikum justru menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja paling optimum pada suasana basa dibandingkan suasana asam dan netral. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna setelah penambahan IKI pada setelah penambahan NaOH adalah yang paling jernih. Menurut sumber Enzim amilase bekerja optimum pada pH  4.5 – 4.7. tetapi kisaran pH optimum bergantung pada jenis enzim amilase dan sumbernya. Enzim yang terdapat pada kecambah kacang hijau adalah enzim α-amilase. Berdasarkan penelitian AOAC (Association of Analytic Chemist) tahun 1995 kisaran pH optimum untuk enzim α-amilase adalah 4.8 - 8.5. (Suarni, 2007)
Jadi dengan penambahan sedikit basa enzim amilase dapat bekerja dengan optimum. Sementara penambahan sedukit asam menurunkan aktivitas enzim amilase.
Pada percobaan ini, kami menggunakan kecambah kacang hijau yang berusia 2 hari dan 4 hari. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang nyata antara enzim amilase yang diperoleh dari kecambah berusia 2 hari dan 4 hari kerena kami hanya mengukur aktivitas enzim secara kualitatif dengan mengamati perubahan warna setelah penambahan IKI. perubahan warna pada kecambah usia 4 hari lebih jernih dibandingkan pada kecambah usia 2 hari. Hasil praktikum kami menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase pada kecambah usia 4 hari lebih tinggi dibandingkan aktivitas amilase pada kecambah usia 2 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.
Permulaan perkecambahan dimulai setelah 6 jam Giberellic acid (GA) membentuk enzim α-amilase. Dalam 12-18 jam enzim α-amilase mencerna amilosa dan amilosa pada pati kecambah. Hal ini menyebabkan aktivitas enzim  α-amilase pada perkecambahan hari pertama lebih tinggi bila dibandingkan hari kedua dan seterusnya. Sejak hari kedua hingga hari ke 4 terjadi kenaikan aktivitas enzim α-amilase, kemudian menurun pada usia perkecambahan 5 hari. (Suarni, 2007)
 
Gambar Deskripsi aktivitas enzim α-amilase terhadap Amilosa dan amilopektin pada kecambah kacang hijau (Suarni, 2007)

Aktivitas enzimatis sangat dipengaruhi oleh air. Air dapat mengaktifkan reaksi metabolism pada kecambah. Peningkatan kadar air pada kecambah meningkatkan reaksi enzim amilase untuk memecah amilum. dengan adanya air maka substrat lebih mudah berdifusi menuju enzim, sehingga kecepatan reaksi hidrolisis lebih cepat. Pada usia 2 hari dan 4 hari terjadi peningkatan aktifitas enzim amilase karena ada peningkatan aktifitas penyerapan air. Jadi aktivitas enzim amilase lebih tinggi pada kecambah usia 4 hari.


  1. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amilase
Selanjutnya dilakukan pecobaan untuk mengamati pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amilase tersebut. Pengukuran dilakukan dengan cara membuat campuran amilum (konsentrasinya tetap, yaitu 1%) sebanyak 0.5 ml dengan ekstrak enzim amilase yang berbeda konsentrasinya, yaitu 100%, 75%, 50% dan 25% sebanyak 2 ml. Masing-masing campuran ini diuji dengan reagen IKI. Perlakuan uji dengan reagen IKI diulangi setiap 2 menit dan diamati perubahan warna setiap 2 menit tersebut. Perubahan warna dari campuran amilum dan ekstrak enzim amilase ini menunjukkan kecepatan enzim amilase dalam menghidrolisis amilum.
 Seperti dijelaskan pada Ophardt (2003), bahwa ion iodine masuk ke dalam spiral amilum membentuk kompleks sehingga menyebabkan warna biru kehitaman. Apabila campuran ditetesi reagen IKI menunjukkan warna biru kehitaman, maka amilum masih terdapat di dalam campuran tersebut, sehingga dapat diketahui bahwa enzim amilase belum menghidrolisis amilum seluruhnya, sehingga masih terdapat amilum di dalam campuran tersebut.
Pada percobaan ini, untuk 2 menit pertama setelah penambahan reagen IKI, terjadi perubahan warna pada campuran. Reaksi yang paling positif adalah pada campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 25% yang menunjukan perubahan warna dari putih kekuningan menjadi biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim 25%, amilum belum terhidrolisis sepenuhnya oleh enzim amilase, jadi masih terdapat amilum di dalam campuran tersebut. Sedangkan campuran amilum dengan ekstrak enzim amilse 100% memberikan reaksi negative, yaitu dari putih kekuningan menjadi kuning kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim 100%, amilum dihidrolisis sepenuhnya menjadi glukosa oleh enzim amilase, sehingga terjadi reaksi negative saat diuji dengan reagen IKI.
Kemudian untuk campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 50% setelah diberi reagen IKI menunjukkan perubahan warna dari putih kekuningan menjadi abu-abu kehitaman. Dan untuk campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 75% menujukkan perubahan warna dari putih kekuningan menjadi abu-abu. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pada campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 50%, enzim belum menghidrolisis semua amilum, sehingga menunjukkan warna sedikit kehitaman. Begitu juga pada campuran amilum dengan ekstark enzim amilase 70% yang menunjukkan warna abu-abu setelah penambahan reagen IKI.
Selanjutnya untuk 2 menit kedua, ketiga, keempat dan kelima menunjukkan reaksi yang sama, bahwa campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 25% yang memberikan reaksi paling positif dengan uji reagen IKI, dan campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 100% memberikan reaksi yang negative.
Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi enzim amilase maka waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis amilum semakin lama pula, sehingga pada saat diuji dengan reagen IKI tetap menunjukkan reaksi positif. Seperti dijelaskan pada Dahlia (2001) bahwa kecepatan reaksi dipengaruhi konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi tersebut. Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya konsentrasi enzim yang digunakan.
Hal tersebut diperkuat oleh Michaelis dan kawan-kawannya dalam Dahlia (2001) yang menyatakan bahwa reaksi yang dikatalis oleh enzim pada berbagai konsentrasi substarat mengalami 2 fase, yaitu: (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh.
Sehinggga dapat disimpulkan bahwa kadar atau konsentrasi enzim berengaruh terhadap kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan konsentrasinya.
Pada percobaan ini, digunakan kecambah kacang hijau yang berusia 2 hari dan 4 hari. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang nyata antara enzim amilase yang diperoleh dari kecambah berusia 2 hari dan 4 hari. Seperti dijelaskan pada Suarni (2007) bahwa sejak hari kedua hingga hari ke 4 terjadi kenaikan aktivitas enzim α-amilase, kemudian menurun pada usia perkecambahan 5 hari.
Pada data hasil pengamatan untuk kecambah yang berumur 2 hari, terdapat perubahan warna yang tidak sesuai dengan pernyataan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatannya untuk menghidrolisis amilum semakin tinggi pula, yaitu pada campuran amilum dan ekstrak enzim amilase 100% setelah 2 menit kelima menunjukkan warna agak gelap setelah diuji dengan reagen IKI. Hal ini dimungkinkan karena faktor human error, seperti kurang teliti dalam mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak enzim yang diperlukan.
Kesimpulan
1.      pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase. Enzim amilase kecambah kacang hijau bekerja optimum suasana netral dan sedikit basa. Kisaran pH optimum untuk enzim amilase kecambah kacang hijau adalah 4.8 – 8.5.
2.      Kadar atau konsentrasi enzim berengaruh terhadap aktivitas (kecepatan reaksi) enzim amilase. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi enzim amilase, maka semakin cepat aktivitasnya dalam menghidrolisis amilum. 

Daftar Pustaka
Dahlia. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Malang: UM Press.
Suarni dan Patong, Rauf. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim α-amilase. (online). 7(3): 332-336 (http://www.indo-jchem.org) diakses pada 18 February 2012

1 komentar:

  1. hlo hlo hlo kok nemu blognya Septi yaaa...
    xixixi
    gak bilang2 ki klo punya blog....

    ntar dimarahi mas rifki looo, hohoho
    Lina Aribiani^^

    BalasHapus