Mengukur Aktivitas Enzim Amilase
LAPORAN
Disusun
oleh:
Kelompok
2
Kelas
A - Offering A
1. Anisa
Khumairo (100341400677)
2. Hikmah
Maulidyah (100341400688)
3. Mitha
Yudistira (100341400679)
4. Septi
Darlia Putri (100341400693)
5. Tutut
Indria Permana (100341400716)

The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2012
Pembahasan
- Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase
Dalam praktikum aktivitas enzim amilase digunakan
kecambah kacang hijau karena kacang hijau mudah di dapatkan dan kecambah
mengandung enzim α-amilase yang mudah untuk diisolasi dibandingkan
kacang-kacangan lainnya. Enzim α-amilase terdapat di plasma sel sehingga mudah
diisolasi. (Suarni, 2007).
Ekstrak enzim amilase diperoleh dengan cara menghaluskan
kecamabah kacang hijau menggunakan mortal dan pistil, kemudian disaring
menggunakan kertas saring, selanjutnya filtrate disentrifugasi. Proses
menghaluskan kecambah dimaksudkan untuk merusak jaringan dan dinding sel,
sehingga isi sel dapat keluar. Penyaringan mendapatkan filtrate atau isi sel
yang merupakan enzim amilase kasar. Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan
larutan berdasarkan berat molekulnya. Protein penyusun enzim amilase berat
molekulnya lebih kecil dibandingkan berat molekul protein penyusun organel sel.
Sehingga setelah sentrifugasi enzim amilase berada di permukaan atas
(supernatant), sementara protein organel-organel sel mengendap di bawah
(menjadi pallet). Supernatant yang diperoleh dari proses sentrifugasi merupakan
ekstrak enzim amilase murni (dengan konsentrasi 100%.)
Sebelum menguji aktivitas enzim amilase, terlebih
dahulu dilakukan uji amilum. 0,5 ml larutan amilum 1 % dimasukkan dalam tabung
reaksi, kemudian ditetesi dengan 1-2 tetes larutan IKI. Pada uji tersebut
terjadi reaksi positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi
biru kehitaman. Amilum merupakan polimer saccarida yang berbantuk helix. Ion
iodine masuk ke dalam spiral amilum membentuk kompleks sehingga menyebabkan
warna biru kehitaman. (Ophardt, 2003)
I2
+ I- è
I3-
Polisacarida
+ I3- è
warna spesifik (biru kehitaman)

Selanjutnya kami melakukan uji gula reduksi
menggunakan reagen fehling A dan B. 0,5 ml larutan amilum 1% dalam tabung
reaksi ditetesi dengan 20 tetes fehling A dan B kemudian dipanaskan mengunakkan
pembakar spiritus. Saat memanaskan tabung reaksi dijepit dengan posisi penjepit
berada di tengah tabung reaksi. Hal ini dimaksudkan agar tabung reaksi tidak
jatuh saat dipanaskan. Pada saat
memaskan, tabung reaksi digoyang-goyangkan dan mulut tabung reaksi tidak
mengarah pada praktikan untuk menjaga keselamatan kerja di laboratorium.
Setelah pemanasan tidak terjadi perubahan warna larutan. Larutan amilum yang
ditambahkan fehling A dan B tetap berwarna biru. Amilum bereaksi negative
terhadap uji fehling A dan B karena amilum merupakan polimer monosakarida yang
tidak memiliki gugus gula pereduksi.
Selanjutnya, kami melakukan percobaan untuk
mengetahui pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase. Kami menyiapkan 3
tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi tersebut diisi dengan larutan amilum
dan enzim amilase dengan variasi pH, kemudian dipindahkan pada pelat tetes a, b
dan c berturut-turut didiamkan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit.
Selanjutnya dikaukan uji keberadaan amilum dengan reagen IKI.
Tabung reaksi pertama merupakan control yang
dianggap dalam suasana netral. Tabung diisi 0.5 ml larutan amilum, ditambahkan
2 ml ekstrak enzim amilase. Setelah diinkubasi berturut-turut selama 10 menit,
20 menit dan 30 menit larutan menunjukkan reaksi negative terhadap uji IKI.
Dalam kurun waktu tersebut larutan dengan penambahan IKI berwarna putih
kekuningan. Hal ini dikarenakan enzim amilase telah mengdidrolisis amilum
dengan sempurna menjadi disakarida (maltose) dan monosakarida(glukosa).

Tabung reaksi kedua diisi 0.5 ml larutan
amilum, ditambahkan 2 ml ekstrak enzim amilase dan 2 tetes larutan HCl. HCl merupakan asam kuat,
sehingga hanya dengan sedikit penambahan HCl suasana larutan menjadi asam.
Setelah didiamkan selama 10 menit, 20 menit dan 30 menit larutan diuji dengan
IKI. Hasilnya, larutan berwarna abu-abu kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amilase
tidak terhidrolisis sempurna karena enzim amilase tidak dapat bekerja pada
suasana yang sangat asam. Enzim amilase bekerja optimum pada pH 4.5 – 4.7, namun penambahan sedikit asam akan
menurunkan aktivitas enzim amilase.
Tabung reaksi ketiga diisi 0.5 ml
larutan amilum, ditambahkan 2 ml ekstrak enzim amilase dan 2 tetes larutan NaOH. Setelah larutan
dipindahkan dalam 3 pelat tetes berbeda kemudian didiamkan selama 10 menit, 20
menit dan 30 menit dan dilakukan uji IKI larutan berwarna kunig muda. Reaksi
negative dengan uji IKI menunjukkan bahwa amilum telah terhidrolisis sempurna
menjadi disakarida (maltose) atau monosakarida (glukosa) dengan adanya enzim amilase.
Pada suasana basa, seharusnya enzim amilase tidak dapat menghidrolisis amilum
dengan optimum, namun hasil praktikum justru menunjukkan bahwa enzim amilase
bekerja paling optimum pada suasana basa dibandingkan suasana asam dan netral.
Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna setelah penambahan IKI pada setelah
penambahan NaOH adalah yang paling jernih. Menurut sumber Enzim amilase bekerja
optimum pada pH 4.5 – 4.7. tetapi
kisaran pH optimum bergantung pada jenis enzim amilase dan sumbernya. Enzim
yang terdapat pada kecambah kacang hijau adalah enzim α-amilase. Berdasarkan
penelitian AOAC (Association of Analytic Chemist) tahun 1995 kisaran pH optimum
untuk enzim α-amilase adalah 4.8 - 8.5. (Suarni, 2007)
Jadi dengan penambahan sedikit basa
enzim amilase dapat bekerja dengan optimum. Sementara penambahan sedukit asam
menurunkan aktivitas enzim amilase.
Pada percobaan ini, kami menggunakan
kecambah kacang hijau yang berusia 2 hari dan 4 hari. Pada dasarnya tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara enzim amilase yang diperoleh dari kecambah
berusia 2 hari dan 4 hari kerena kami hanya mengukur aktivitas enzim secara
kualitatif dengan mengamati perubahan warna setelah penambahan IKI. perubahan
warna pada kecambah usia 4 hari lebih jernih dibandingkan pada kecambah usia 2
hari. Hasil praktikum kami menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase pada
kecambah usia 4 hari lebih tinggi dibandingkan aktivitas amilase pada kecambah
usia 2 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.
Permulaan perkecambahan dimulai setelah
6 jam Giberellic acid (GA) membentuk enzim α-amilase. Dalam 12-18 jam enzim
α-amilase mencerna amilosa dan amilosa pada pati kecambah. Hal ini menyebabkan
aktivitas enzim α-amilase pada
perkecambahan hari pertama lebih tinggi bila dibandingkan hari kedua dan
seterusnya. Sejak hari kedua hingga hari ke 4 terjadi kenaikan aktivitas enzim
α-amilase, kemudian menurun pada usia perkecambahan 5 hari. (Suarni, 2007)


Gambar
Deskripsi aktivitas enzim α-amilase terhadap Amilosa dan amilopektin pada
kecambah kacang hijau (Suarni, 2007)
Aktivitas enzimatis sangat dipengaruhi oleh air. Air
dapat mengaktifkan reaksi metabolism pada kecambah. Peningkatan kadar air pada
kecambah meningkatkan reaksi enzim amilase untuk memecah amilum. dengan adanya
air maka substrat lebih mudah berdifusi menuju enzim, sehingga kecepatan reaksi
hidrolisis lebih cepat. Pada usia 2 hari dan 4 hari terjadi peningkatan
aktifitas enzim amilase karena ada peningkatan aktifitas penyerapan air. Jadi
aktivitas enzim amilase lebih tinggi pada kecambah usia 4 hari.
- Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amilase
Selanjutnya
dilakukan pecobaan untuk mengamati pengaruh konsentrasi enzim terhadap
aktivitas amilase tersebut. Pengukuran dilakukan dengan cara membuat campuran
amilum (konsentrasinya tetap, yaitu 1%) sebanyak 0.5 ml dengan ekstrak enzim amilase
yang berbeda konsentrasinya, yaitu 100%, 75%, 50% dan 25% sebanyak 2 ml.
Masing-masing campuran ini diuji dengan reagen IKI. Perlakuan uji dengan reagen
IKI diulangi setiap 2 menit dan diamati perubahan warna setiap 2 menit
tersebut. Perubahan warna dari campuran amilum dan ekstrak enzim amilase ini
menunjukkan kecepatan enzim amilase dalam menghidrolisis amilum.
Seperti dijelaskan pada Ophardt (2003), bahwa
ion iodine masuk ke dalam spiral amilum membentuk kompleks sehingga menyebabkan
warna biru kehitaman. Apabila campuran ditetesi reagen IKI menunjukkan warna
biru kehitaman, maka amilum masih terdapat di dalam campuran tersebut, sehingga
dapat diketahui bahwa enzim amilase belum menghidrolisis amilum seluruhnya,
sehingga masih terdapat amilum di dalam campuran tersebut.
Pada
percobaan ini, untuk 2 menit pertama setelah penambahan reagen IKI, terjadi
perubahan warna pada campuran. Reaksi yang paling positif adalah pada campuran
amilum dengan ekstrak enzim amilase 25% yang menunjukan perubahan warna dari
putih kekuningan menjadi biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim 25%, amilum belum terhidrolisis sepenuhnya oleh enzim amilase, jadi masih
terdapat amilum di dalam campuran tersebut. Sedangkan campuran amilum dengan
ekstrak enzim amilse 100% memberikan reaksi negative, yaitu dari putih
kekuningan menjadi kuning kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi enzim 100%, amilum dihidrolisis sepenuhnya menjadi glukosa oleh
enzim amilase, sehingga terjadi reaksi negative saat diuji dengan reagen IKI.
Kemudian
untuk campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 50% setelah diberi reagen
IKI menunjukkan perubahan warna dari putih kekuningan menjadi abu-abu
kehitaman. Dan untuk campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 75%
menujukkan perubahan warna dari putih kekuningan menjadi abu-abu. Hal ini
terjadi dimungkinkan karena pada campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase
50%, enzim belum menghidrolisis semua amilum, sehingga menunjukkan warna
sedikit kehitaman. Begitu juga pada campuran amilum dengan ekstark enzim amilase
70% yang menunjukkan warna abu-abu setelah penambahan reagen IKI.
Selanjutnya
untuk 2 menit kedua, ketiga, keempat dan kelima menunjukkan reaksi yang sama,
bahwa campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase 25% yang memberikan reaksi
paling positif dengan uji reagen IKI, dan campuran amilum dengan ekstrak enzim amilase
100% memberikan reaksi yang negative.
Dari
hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi
enzim amilase maka waktu yang diperlukan untuk menghidrolisis amilum semakin
lama pula, sehingga pada saat diuji dengan reagen IKI tetap menunjukkan reaksi
positif. Seperti dijelaskan pada Dahlia (2001) bahwa kecepatan reaksi
dipengaruhi konsentrasi enzim yang berperan sebagai katalisator dalam reaksi
tersebut. Banyaknya substrat ditransformasikan sesuai dengan tingginya
konsentrasi enzim yang digunakan.
Hal
tersebut diperkuat oleh Michaelis dan kawan-kawannya dalam Dahlia (2001) yang
menyatakan bahwa reaksi yang dikatalis oleh enzim pada berbagai konsentrasi
substarat mengalami 2 fase, yaitu: (1) jika konsentrasi substrat masih rendah,
daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan (2)
jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat
seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan
kapasitas penuh.
Sehinggga dapat
disimpulkan bahwa kadar atau konsentrasi enzim berengaruh terhadap kecepatan
reaksi atau aktivitas enzim tersebut. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim
tersebut berbanding lurus dengan konsentrasinya.
Pada percobaan ini, digunakan kecambah
kacang hijau yang berusia 2 hari dan 4 hari. Pada dasarnya tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara enzim amilase yang diperoleh dari kecambah berusia
2 hari dan 4 hari. Seperti dijelaskan pada Suarni (2007) bahwa sejak hari kedua
hingga hari ke 4 terjadi kenaikan aktivitas enzim α-amilase, kemudian menurun
pada usia perkecambahan 5 hari.
Pada data hasil pengamatan untuk
kecambah yang berumur 2 hari, terdapat perubahan warna yang tidak sesuai dengan
pernyataan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatannya untuk
menghidrolisis amilum semakin tinggi pula, yaitu pada campuran amilum dan
ekstrak enzim amilase 100% setelah 2 menit kelima menunjukkan warna agak gelap
setelah diuji dengan reagen IKI. Hal ini dimungkinkan karena faktor human error, seperti kurang teliti dalam
mengamati perubahan warna dan kurang tepat dalam pemberian volum ekstrak enzim
yang diperlukan.
Kesimpulan
1. pH
berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase. Enzim amilase kecambah kacang
hijau bekerja optimum suasana netral dan sedikit basa. Kisaran pH optimum untuk
enzim amilase kecambah kacang hijau adalah 4.8 – 8.5.
2. Kadar
atau konsentrasi enzim berengaruh terhadap aktivitas (kecepatan reaksi) enzim
amilase. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim tersebut berbanding lurus dengan
konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi enzim amilase, maka semakin cepat
aktivitasnya dalam menghidrolisis amilum.
Daftar
Pustaka
Dahlia. 2001. Fisiologi
Tumbuhan. Malang: UM Press.
Suarni dan Patong, Rauf. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim α-amilase.
(online). 7(3): 332-336 (http://www.indo-jchem.org) diakses pada 18 February
2012
hlo hlo hlo kok nemu blognya Septi yaaa...
BalasHapusxixixi
gak bilang2 ki klo punya blog....
ntar dimarahi mas rifki looo, hohoho
Lina Aribiani^^